Oleh : Aditya Pratama Tufiadi
8 Desember 2011
Berawal dari kegiatan JILFest atau Jakarta International
Literary Festival 2011 aku bertemu dengannya tak sengaja namun tak sempat
bertanya nama. Sedih-sedih, sedih banget rasanya Cuma bisa melihat wajahnya dan
tubuhnya yang dibalut dengan batik coklat dan memegang sebuah buku.fiuhhh…
Sebelumnya bertemu dengannya.
Waktu masih menunjukkan pukul 05.00 WIS->Waktu
Indonesia Serang “Hehehe” daku langsung bergegas mandi tak lupa menggosok gigi
dan selanjutnya ya seperti anda2 juga lah. Lanjut shalat shubuh, dan daku
mengenakan pakaian sambil mencari kunci motor yang menghilang entah kemana dan
ternyata… taraaaa… ada dibalik helm kumuh berdebu.
Pijit-pijit HP mencari nama seseorang tuk mengetahui
keberadaannya sambil mengendarai motor butut menuju kampus. Dan ternyata halte
yang dituju masih kosong tanpa dihadiri oleh kerumunan orang yang berjanji datang
tepat waktu. Daku pun menunggu dan menunggu walau “menunggu adalah hal yang
paling membosankan”.
Waktu pun berlalu dan akhirnya teman-temanku begerombol
datang menuju halte.
Daku: “lama kali kau datang!” janji jam berapa, dasar jam
karet.
Dikau: “Hahahaha” (Tersenyum sumeringah) “biasa macet”..
Daku: “alasan saja. Yasudah berangkat kita”…
Sambil memainkan HP tuk menghilangkan kejenuhan menunggu
datangnya bis tuk mengantarkan kami ke acara JILFest di Jakarta.
Singkat cerita kami mengikuti acara hingga akhir, dan
pada sa’at pulang kita berdua berpisah dari teman-teman yang lain karena masih
ada sesuatu yang harus diselesaikan.
Daku: “boy pulang yu udah magrib nih”. (dengan muka
lusuh)
Dikau: “hayulah. Tapi sebelum pulang kita shalat ashar
dulu”.
Daku: “oke sippp”
Selesai shalat kita berdua menunggu bis busway yang
sumpek penuh dengan kerumunan orang, sempit, bau asem yang bertebaran dengan
bau keringat. Rasanya ingin sekali menutup hidung ini, namun apa daya, tanganku
hanya dua, yang satu memegang pegangan di atap bis dan yang satu memegang
dompet (khawatir ada copet cooy).
Nah ini yang kutunggu2 transhit dari harmoni bis pun
kosong dan daku dapat tempat duduk di kursi belakang. Melihat sekeliling jalan
lampu kerlap-kerlip Jakarta penuh dengan hingar binger kegiatan. Pas di salah
satu halte ada dua orang gadis masuk bis yang kita tumpangi.
“Fits Really”
dia berdiri dihadapanku, wajahnya yang lusuh membuatku merasa iba, namun apa
dikata daku sudah tak kuat tuk berdiri. Rasanya tulang kakiku rapuh,
tergopoh-gopoh tuk menopang tubuh ini.
Malam ini memang pemandangan yang indah banget, salah
satu malaikat datang dihadapanku. Walau wajahnya lusuh tak membuatku berpaling
dari hadapannya. Di dadanya terdapat sebuah buku yang dipeluknya. Andai aku
jadi buku itu” ah malah mikir gitu.. hahahaha.
Sesekali mataku terpejam menengadah ke bawah karena sudah
terlalu letih, namun dalam hati kecil ingin sekali melihat wajahnya lagi… dan
kembali lagi daku melihat senyum manis itu. Menit demi menit pun berlalu, satu
persatu penumpang yang menaiki bis busway pun turun.
Dan pada waktu yang tak ingin dilalui pun terjadi, tak
ingin dan tak mau terjadi, tapi apa mau dikata. Pas ditugu yang ramai dengan
hiruk pikuk kehidupan, seorang kondektur tur bersuara lantang menyebutkan salah
satu kata yaiu “cengkareng” berhentilah bus itu. Satu per satu penumpang turun
dan salah satunya malaikat yang cantik itu pun ikut turun. Hanya bisa melihat
kepergiannya dari balik tirai jendela yang terselubung dengan pekatnya malam.
Salam manis untuknya yang berdiri dihadapanku selama
perjalanan yang tak pernah daku lupakan. Semoga waktu bisa mempertemukan kita
lagi. Amien..
The end
2 komentar:
hahaha. kasian amat ya cuma bisa memandang. haha
iya nieh, belum beruntung,hehehe
Posting Komentar
Budayakan setelah membaca tinggalkan komentar
just comment, doesn't spam.