Minggu, 05 Februari 2012

Skenario Seonggok Daging

Oleh: Aditya Pratama Tufiadi
31 Desember 2011

Hanya kata “FUCK” yang tepat untukmu dalam singgahsana kedudukan sementara, bagiku tak peduli, takkan pernah peduli dan sedikit pun tak peduli. Kau mau mencemo’ohku, menjelek-jelekkanku atau pun menjerumuskanku dalam lubang hitam sekali pun, aku tak peduli!
Aku anggap kau hanya sebatas seonggok daging yang membusuk terkapar di pinggir jalan tersapu debu dan angin dikerumuni  belatung menggrogoti sedikit demi sedikit dengan menebarkan bau khas lalu ku cincang seonggok daging yang tak berprikemanusiaan itu dengan sebilah pisau berkarat hingga hancur melebur tak bersisa.
Ah! Tiada guna juga berkoar-koar kesana kemari didepan wajah tak bermimik seperti kau, wajah yang menunjukkan kebusukkan, ketidakadilan, dan penuh kebohongan itu, dengan menopang daging seraya membawa kekacauan dimana-mana. Kekacauan penuh pertanyaan bak angin yang mengharumkan seisi kamar, dan hanya segelintir daging yang tau permainanmu.
Memang! Seoggok daging yang satu ini terselimuti kabut tebal, berbayang-bayang menyerupai hantu tak bersosok dengan wajah rata, namun memiliki hati yang keras. Tak ada yang tau scenario apa yang sedang kau permainkan, tak ada yang tau pula peran mu dalam adegan demi adengan.
Cukup sudah!, emosiku memuncak, darahku mendidih, otot-otot pun mulai mengeras dan sekujur tubuh dipenuhi keringat. Ku ingin memecah kebuntuan ini, membuktikan pada semuanya, apa sosok dari seonggok daging.
Namun apa dikata, kau menyerang balik dengan kata-kata tak terdefinisi dalam bahasa manusia, menyerukan sesuatu yang tak pantas didengar, sesuatu yang menyayat hati keciku. Hati ini terlanjur sakit tuk disembuhkan dengan obat-obatan sekali pun takkan mempan. Karena kau telah mencorengnya.
Aku pun mulai goyah dengan keadaan ini, angan mulai pudar, harapan pun menurun,kerapuhan mulai menghampiri seiring dengan kesakitan hati ini. Sesekali melihat sekeliling, tak ada yang mau menolongku dari jurang yang menjerat hati ini. Kesana kemari meminta pertolongan, “Help-help!” tak ada yang mau mendengar.
“Huff”!!! begitulah kata anak jaman sekerang jika sedang mengeluh, aku pun mengikuti. Dan akhirnya mulut pun berbicara “Aku mundur saja”. Lega rasanya kata itu keluar dari mulut manisku, merasa semuanya hilang begitu saja tanpa ada yang menghalangi.
Tapi-tapi berbanding terbalik dengan sikap yang diberikan oleh seonggok daging bedebah tadi. kini dia membaik, membuatku bingung. Seakan tak mempunyai salah, membujukku dengan rayuan mautnya tuk kembali dipangkuannya.
Terpaksa kulakukan kemaunnya, kembali dalam dekapan penuh kebisuan, terbujur kaku mengikuti scenario alur tak sistematis. Mendengar kicauannya, mengikuti gerak seonggok daging tepat disampingnya, dan melihat perilaku bengisnya.
Hanya bisa menunggu dan menunggu kapankah waktu yang ku impi2kan berlalu. Dan sekali lagi hanya bisa menunggu waktu.
The end

0 komentar:

Posting Komentar

Budayakan setelah membaca tinggalkan komentar
just comment, doesn't spam.

 

Followers

APT's Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template